Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
CEKLANGSUNG.COM - ISTANBUL/WASHINGTON/YERUSALEM. Dunia menanti respons Iran setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan bahwa militer AS telah "menghancurkan total" situs nuklir paling sensitif milik Teheran.
Serangan ini menjadi operasi militer terbesar nan dilancarkan negara Barat terhadap Republik Islam Iran sejak Revolusi 1979, dengan AS berasosiasi berbareng Israel.
Serangan udara AS nan menggunakan peledak penghancur bunker seberat 30.000 pon menghantam situs nuklir Fordow nan tersembunyi di bawah pegunungan.
Baca Juga: Negara Teluk Siaga Tinggi Setelah Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
Kerusakan pada situs tersebut apalagi tampak dari gambaran satelit. Iran pun berjanji bakal membalas serangan ini dengan segala cara, dan meluncurkan rentetan rudal ke arah Israel, nan melukai puluhan orang serta meratakan beberapa gedung di Tel Aviv.
Namun hingga saat ini, Iran belum menindaklanjuti ancaman terbesarnya: membalas langsung ke wilayah AS, termasuk menyerang pangkalan militer Amerika alias menutup jalur minyak utama bumi di Selat Hormuz.
Berbicara di Istanbul, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan bahwa Teheran bakal mempertimbangkan semua opsi jawaban dan menegaskan bahwa tidak bakal ada jalan kembali ke meja diplomasi sebelum pembalasan dilakukan.
“AS telah menunjukkan bahwa mereka tidak menghargai norma internasional. Mereka hanya mengerti bahasa ancaman dan kekuatan,” tegas Araqchi, Minggu (22/6).
Presiden Trump dalam pidato televisi menyebut serangan tersebut sebagai "keberhasilan militer nan spektakuler."
Baca Juga: Saham Tel Aviv Cetak Rekor Tertinggi Usai Serangan AS ke Fasilitas Nuklir Iran
“Fasilitas pengayaan nuklir utama Iran telah dihancurkan sepenuhnya. Iran, si pembuli Timur Tengah, sekarang kudu memilih perdamaian. Jika tidak, serangan berikutnya bakal jauh lebih besar dan lebih mudah dilakukan,” ujarnya.
Meski demikian, pemerintahan Trump menekankan bahwa operasi ini tidak ditujukan untuk menggulingkan rezim ustadz Syiah di Iran nan berkuasa sejak 1979.
“Operasi ini bukan tentang perubahan rezim,” kata Menteri Pertahanan Pete Hegseth di Pentagon.
“Presiden mengizinkan operasi presisi untuk menetralkan ancaman nan ditimbulkan oleh program nuklir Iran terhadap kepentingan nasional kita.”
Wakil Presiden AS JD Vance menambahkan, Washington tidak sedang bertempur dengan Iran, melainkan dengan program nuklirnya, dan menyatakan bahwa serangan tersebut telah mendorong mundur program itu "dalam jangka waktu nan sangat panjang."
Sementara itu, parlemen Iran menyetujui rencana untuk menutup Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis nan dilalui seperempat pasokan minyak dunia.
Namun, keputusan akhir ada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran nan dipimpin oleh pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Berpotensi Naik US$5 Usai Serangan AS ke Iran
Langkah tersebut berpotensi mengguncang nilai minyak global, merusak perekonomian dunia, dan memicu konfrontasi dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS nan bermarkas di Teluk.