Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatbakal pemerintah cemas memandang tren nilai minyak bumi naik turun saat peran Iran-Israel nan terjadi sejak Jumat (13/6). Dia menyebut menjalin komunikasi dengan beberapa menteri ekonomi dan daya bumi mengenai perihal ini.
“Asumsi APBN kita itu nilai minyak US$ 82 per barel, dalam beberapa bulan terakhir harganya belum mencapai US$ 75 per barel nan berarti bagus. Tapi jika di atas US$ 82 per barel itu dipastikan ada kalkulasi baru,” kata Bahlil dalam konvensi pers Jakarta Geopolitical Forum IX/2025 (JGF 2025), Selasa (24/6).
Dia berambisi agar perang Iran dan Israel berakhir sehingga nilai minyak tidak terus naik.
“Saya katbakal bermohon saja, hanya angan dan upaya kita secara internal nan bisa menyelamatkan,” ujarnya.
Menurutnya dalam kondisi saat ini Indonesia tidak bisa menggantungkan angan kepada negara lain. Sebab, nyaris seluruh negara saat ini juga memikirkan negara mereka sendiri.
Harga minyak referensi bumi ambruk ke titik terendah dalam seminggu pada awal perdagangan Selasa (24/6). Hal ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan gencatan senjata Iran-Israel, menghilangkan kekhawatiran pasar mengenai pasokan minyak di area tersebut.
Harga minyak mentah Brent turun US$ 2,69 alias 3,76% menjadi US$ 68,79 per barel pada pukul 0006 GMT, setelah turun lebih dari 4% di awal sesi dan menyentuh level terendah sejak 11 Juni. Minyak mentah West Texas Intermediate AS merosot US$ 2,7, alias 3,94%, menjadi US$ 65,46 per barel, setelah mencapai level terlemah sejak 9 Juni di awal sesi dan turun sekitar 6%.
“Wah ini semakin baik lagi. Tapi nan mau saya sampaikan bahwa dinamika di Timur Tengah saya mengikuti perkembangannya dengan jaringan nan saya punya, kondisinya bergerak naik dan turun. Kita lihat perkembangannya lagi, kemudian baru bisa melakukan kajian,” ucapnya.